Manajer membuat keputusan untuk
memecahkan masalah, dan informasi di gunakan dalam membuat keputusan. Informasi
di sajikan dalam bentuk lisan maupun tertulis oleh suatu pengolah informasi.
Porsi komputer untuk mengolah informasi terdiri dari area aplikasi berbasis
komputer-SIA,SIM,DSS, kantor virtual dan sistem berbasis pengetahuan. Kita
menggunakan istilah sistem informasi berbasis komputer (computer based
information system) atau CBIS, untuk menggambarkan lima subsistem yang
menggunakan komputer.
Senin, 25 Desember 2017
Masalah apa saja yang sering dihadapi oleh lembaga pendidikan sehingga membutuhkan SIM
Perancangan
atau pembuatan SIM Pendidikan bermula dari masalah yang muncul darilembaga pendidikan. Sebutkan masalah apa saja yang sering dihadapi oleh lembaga
pendidikan sehingga membutuhkan SIM. Uraikan dengan menggunakan kerangka
pemecahan masalah (problem solving), yang terdiri dari: masalah pendidikan,
standart, yang telah terjadi, alternatif pemecahan masalah, dan solusi.
Masalah-masalah
yang muncul dari lembaga pendidikan secara umum berkisar pada
masalah belum adanya system informasi yang menyediakan data base yang lengkap,
tepat dan akurat serta dapat diakses dengan cepat dan mudah pada
seluruh aktivitas yang disekolah. Masalah-masalah tersebut dapat
digolongkan menjadi : Masalah akademik, Masalah personalia ,Masalah keuangan, Masalah
kesiswaan, Masalah sarana dan prasarana, Masalah pembelajaran, Masalah
perpustakaan, Masalah promosi sekolah
Model
Sistem Umum Penyelesaian Masalah
Keterangan Elemen-elemen proses penyelesaian masalah :
1. Masalah (problem ) adalah :
Suatu kondisi yang memiliki potensi untuk menimbulkan kerugian atau keuntungan
yang diluar kebiasaan
2. Standard, menggambarkan keadaan
yang diharapkan.
3. Informasi, menggambarkan keadaan
saat ini.
4. Problem solver /Manajer, sebagai
penyelesai masalah
5. Kriteria Solusi (Solution
Criterion) : Perbedaan antara keadaan saat ini dengan keadaan yang diharapkan.
6. Alternatif Pemecahan (alternative
solution) : Diidentifikasi oleh manajer dengan mengandalkan pengalaman
(experience), informasi dan masukan dari berbagai pihak.
7. Kendala (contraints): Internal
dan Ekstenal (dari lingkungan)
8. Penyelesaian masalah (problem
solving) adalah : Tindakan memberi respons/reaksi terhadap permasalahan
dengan meminimalkan dampak buruknya dan memaksimalkan dampak baiknya.
9. Solution /Jalan keluar/solusi
: Suatu aksi atau strategi yang dipilih dan diyakini akan memberikan
solusi terbaik terhadap masalah yang dihadapi
Proses
pemecahan masalah di dunia pendidikan bila menggunakan kerangka pemecahan
masalah (problem solving), yang terdiri dari: masalah, standar, yang telah
terjadi, alternatif pemecahan masalah, dan solusi dapat digambarkan dalam
tabel sebagai berikut:
lembaga pendidikan perlu
menerapkan sistem informasi manajemen pendidikan yang terpadu dan memiliki kapabilitas
dalam mendukung keberhasilan dunia pendidikan. Untuk itu diperlukan
keseimbangan sumber daya yang tersedia, antara ketersediaan sumber daya yang
dimiliki seperti keterampilan dalam mengoperasikan teknologi informasi seperti
komputer dan ketersediaan dana untuk pengadaan perangkat komputer yang sudah
semakin canggih.
Informasi yang disajikan oleh
sistem informasi manajemen pendidikan dapat diharapkan nantinya akan memberikan
kontribusi yang sangat berharga dalam proses pengambilan keputusan bidang
pendidikan seperti informasi kebutuhan tenaga pendidikan, informasi jumlah
lembaga pendidikan mulai tingat dasar, menengah maupun pendidikan tinggi.
Sistem informasi manajemen pendidikan diharapkan sangat bermafaat tidak hanya
bagi para pengambilan keputusan bidang pendidikan tapi berguna bagi masyarakat
sebagai salah satu sub sistem dan control society terutama dalam proses
operasional lembaga pendidikan dan penyajian kualitas jasa pendidikan yang bisa
dipertanggung jawabkan.
Sumber : http://tiwi-ts.blogspot.co.id/p/tugas-sistem-informasi-manajemen.html
Sumber : http://tiwi-ts.blogspot.co.id/p/tugas-sistem-informasi-manajemen.html
Selasa, 31 Oktober 2017
Penerapan dan implementasi teknologi pada perusahaan Blue Bird Group
Nama : Satria Aldian Kusuma
Npm : 36116861
Blue Bird Group merupakan salah satu perusahaan jasa transportasi berkualitas di Indonesia khusunya di Jakarta, didirikan pada tahun 1972 berawal hanya dengan 25 taksi dan hingga kini telah mencapai sekitar 17.000 armada. Blue Bird melayani lebih dari tiga juta penumpang per bulan di seluruh negeri, Blue Bird Group baris jasa meliputi berbagai spektrum, dari taksi khusus yang ditargetkan pada pasar yang lebih tinggi (Silver Bird), mobil sewa (Golden Bird), charter bus (Big Bird) dan kontainer truk (Iron Bird).
Bagian dari kesuksesan Blue Bird Group adalah kemampuan dalam mempertahankan standar kualitas yang tinggi dan pelayanan yang memuaskan selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya mendapatkan reputasi sebagai mitra transportasi yang paling dapat diandalkan. Kesuksesan yang diraih oleh Blue Bird Group saat ini tidak luput dari perbaikan sistem informasi manajemen Blue Bird dengan memanfaatkan teknologi terbaru guna meningkatkan kualitas dan pelayanannya terhadap pelanggan, hal ini menjadikan jasa taksi Blue Bird lebih unggul dibandingkan jasa taksi lainnya.
Blue Bird telah memiliki susunan organisasi yang menyertakan CEO sebagai salah satu pemegang kebijakan atrategis di perusahaan. Divisi Teknologi Informasi berada langsung dibawah Vice President Business Development, bersama dengan Divisi Corporate Image, Total Manajemen Quality, dan Public Relation. Dalam hal ini Blue Bird telah sadar bahwa penggunaan sistem dan teknologi informasi merupakan faktor penting dalam pengembangan bisnis perusahaan.
Dibawah ini merupakan beberapa teknologi yang telah dimanfaatkan oleh Blue Bird Group dalam meningkatkan kualitas dan pelayanannya terhadap pelanggan:
1. Sistem Komunikasi Radio
Dalam hal teknologi, Blue Bird Group termasuk perusahaan yang tanggapakan teknologi. Pada awal berdirinya Blue Bird yang pertama mengimplementasikan sistem komunikasi radio disetiap taksinya.
2. Sistem Database Pelanggan
Selain itu Blue Bird juga memiliki sistem informasi manajemen yang baik dalam meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan, ini dibuktikan dengan sistem pemesanan taksi Blue Bird via telepon. Pada saat customer melakukan pemesanan taksi untuk pertama kalinya, operator blue bird akan langsung memasukkan data-data customer tersebut, mulai dari nama, nomor telepon, dan alamat si customer.
Kemudian saat customer tersebut melakukan pemesanan untuk kedua kalinya, operator Blue Bird akan langsung mengkonfirmasi bahwa customer yang menelepon pada saat itu bernama A, Beralamat X, dan memiliki nomor telepon Z, sehingga customer tersebut tidak perlu melakukan hal yang sama dengan menyebutkan data diri pada setiap pemesanan taksi. Ini membuktikan bahwa Blue Bird memiliki sistem penggunaan database yang baik, hal ini membuat customer semakin memiliki penilaian yang baik terhadap kualitas Blue Bird.
3. GPS
Untuk lebih meningkatkan pelayanan dan kualitasnya, Blue Bird Group telah memanfaatkan teknologi terbaru, yakni Global Positioning System atau yang lebih dikenal dengan sebutan GPS, sudah sekitar empat tahun belakangan ini Blue Bird menggunakan teknologi GPS (Global Positioning System). Selain digunakan untuk melacak posisi armada-armadanya, GPS ini juga digunakan sebagai sarana berkomunikasi antara armada taksi dengan Call Center.
Berbeda dengan teknologi komunikasi radio yang terbatas pada komunikasi suara yang sudah umum digunakan oleh operator-operator taksi, teknologi GPS ini mempermudah operator dalam menentukan posisi customer dan armada mana yang bisa menjangkaunya, sehingga pelayanan bisa dilakukan lebih cepat dan mengurangi antrean order.Keunggulan lainnya, customer tidak perlu mendengarkan suara berisik dari radio komunikasi ketika ada lelang order yang masuk. Sebelum penerapan GPS, response time Blue Bird Group berkisar antara 20-30 menit. Kini, response time berkisar antara 10-15 menit.
Hal ini tentu akan meningkatkan produktivitas per unit taksi Blue Bird Group yang kini berjumlah lebih dari 15.000 unit. Data lainnya, tujuh bulan sejak penerapan GPS pada ratusan unit taksi Silver Bird di tahun 2001, jumlah pesanan per hari meningkat dari 1.000 menjadi 2.000, atau naik 100%. Melihat hasilnya yang positif, Blue Bird Group pun kemudian memasang peralatan GPS yang senilai US$800 pada setiap unit taksinya. Harga tersebut belum termasuk perangkat lunak, perangkat keras, dan peralatan pemantau di kantor.
Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, Blue Bird Group pun melakukan pembenahan ke dalam dengan menerapkan sistem Enterprise Resources Planning (ERP). Penerapan ini bertujuan meningkatkan efisiensi, produktivitas, yang pada gilirannya berujung pada peningkatan profit. Kedepan, Blue Bird Group berencana menerapkan sistem Customer Relationship Management (CRM). Sebab, mereka telah memiliki data yang cukup mengenai para pelanggan setianya.
4. SMS TAKSI
Baru-baru ini, Blue Bird meluncurkan lagi salah satu layanan pelanggannya. Blue Bird berusaha mengikuti teknologi yang sedang trend saat ini. Layanan baru tersebut adalah SMS Taxi: Order Taksi via SMS. Dengan layanan ini, pelanggan cukup mengirimkan SMS ke nomor 1234 untuk melakukan order taksi.Pelayanan ini merupakan sebuah langkah strategis yang diambil oleh Blue Bird untuk menjaring pelanggannya.
Untuk dapat melakukan order, customer terlebih dahulu harus mendaftarkan nomor telepon selulernya melalui SMS atau website Blue Bird Group. Selain itu alamat dimana taksi akan menjemput pelanggan juga harus didaftarkan. Setelah itu baru pelanggan dapat memesan taksinya. Saat ini baru pelanggan yang memiliki telepon selular dengan menggunakan operator Indosat saja (seperti Matrix, IM3, dan Mentari) yang bisa memanfaatkan pelayanan ini.
5. TAKSI VOUCHER
Selain meluncurkan fasilitas yang memudahkan pelanggannya dalam melakukan order melalui sms, Blue Bird juga memberikan fasilitas yang memudahkan para pelanggannya dalam hal pembayaran. Kini para pelanggan Blue Bird tidak lagi diharuskan membayar jasa taksi Blue Bird dengan uang tunai, karena saat ini terdapat fasilitas taksi voucher yang dapat digunakan untuk membayar jasa taksi Blue Bird sebagai pengganti uang tunai.
Untuk dapat menggunakan fasilitas ini, pelanggan terlebih dahulu harus mengisi formulir taksi voucher melalui website Blue Bird Group. Dalam formulir tersebut para pelanggan juga harus mendaftarkan kartu kredit apa yang akan digunakan untuk pembayaran jasa taksi, karena dalam penggunaan fasilitas taksi voucher ini pembayaran akan secara otomatis dipotong dari rekening kartu kredit yang didaftarkan. Voucher yang diterima oleh Blue Bird Group juga bertindak sebagai tanda terima dan akan dikembalikan kepada para pelanggan pada setiap akhir bulan.
Keuntungan yang dapat dirasakan oleh pelanggan dalam menggunakan taksi voucher ini adalah keefektifan dalam penggunaan uang tunai dan juga untuk menghemat waktu yang berharga pada saat masuk dan keluar kendaraan.
Senin, 24 Juli 2017
Membandingkan Perkembangan Organisasi saat ini dengan Sejarah Organisasi (Kepolisian)
Sebelum kemerdekaan
Indonesia
Masa kolonial Belanda
Veldpolitie di Malang (sekitar
1930)
Pada zaman Kerajaan
Majapahit patih Gajah Mada membentuk pasukan pengamanan yang
disebut dengan Bhayangkara yang bertugas melindungi raja dan kerajaan.[3]
Pada masa kolonial Belanda,
pembentukan pasukan keamanan diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang
diambil dari orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang
Eropa di Hindia Belanda pada waktu itu. Pada tahun 1867 sejumlah
wargaEropa di Semarang, merekrut 78 orang pribumi untuk menjaga
keamanan mereka.[4]
Wewenang operasional
kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten residen. Rechts politie
dipertanggungjawabkan pada procureur generaal (jaksa agung). Pada masa Hindia
Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi
lapangan) , stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian),
bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain.
Sejalan dengan
administrasi negara waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan pembedaan
jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya pribumi tidak
diperkenankan menjabat hoofd agent (bintara), inspecteur van
politie, dan commisaris van politie. Untuk pribumi selama menjadi agen
polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana
polisi.
Kepolisian modern Hindia
Belanda yang dibentuk antara tahun 1897-1920 adalah merupakan cikal bakal
dari terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini.[5]
Pada akhir tahun 1920-an atau
permulaan tahun 1930 pendidikan dan jabatan hoofd agent, inspecteur,
dan commisaris van politie dibuka untuk putra-putra pejabat Hindia
Belanda dari kalangan pribumi.
Masa pendudukan Jepang
Pada masa ini Jepang membagi
wilayah kepolisian Indonesia menjadi Kepolisian Jawa dan Madura yang
berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi,
Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makassar dan
Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.[3]
Tiap-tiap kantor polisi
di daerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia,
tetapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam
praktik lebih berkuasa dari kepala polisi.
Awal kemerdekaan
Indonesia
Periode 1945-1950
Tidak lama setelah Jepang menyerah
tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun,
sedangkan polisi tetap bertugas, termasuk waktuSoekarno-Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara resmi kepolisian
menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.
Inspektur Kelas I
(Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan Polisi di Surabaya, pada
tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia
sebagai langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan
senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat
moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang
dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang.[6] Sebelumnya pada
tanggal 19 Agustus 1945dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 29 September 1945
Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi
Kepala Kepolisian Negara (KKN).[7]
Pada awalnya kepolisian
berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan
Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi, sedangkan
masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.[8]
Kemudian mulai tanggal 1
Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. Djawatan
Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri.[9] Tanggal
1 Juli inilah yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga
saat ini.
Sebagai bangsa dan
negara yang berjuang mempertahankan kemerdekaan maka Polri di samping bertugas
sebagai penegak hukum juga ikut bertempur di seluruh wilayah RI. Polri
menyatakan dirinya “combatant” yang tidak tunduk pada Konvensi Jenewa. Polisi
Istimewa diganti menjadi Mobile Brigade, sebagai kesatuan khusus untuk
perjuangan bersenjata, seperti dikenal dalam pertempuran 10 November di
Surabaya, di front Sumatera Utara, Sumatera Barat, penumpasan pemberontakan PKI
di Madiun, dan lain-lain.
Pada masa kabinet
presidential, pada tanggal 4 Februari 1948 dikeluarkan Tap Pemerintah No.
1/1948 yang menetapkan bahwa Polri dipimpin langsung oleh presiden/wakil
presiden dalam kedudukan sebagai perdana menteri/wakil perdana menteri.
Pada masa revolusi
fisik, Kapolri Jenderal Polisi R.S. Soekanto telah mulai menata organisasi
kepolisian di seluruh wilayah RI. Pada Pemerintahan Darurat RI (PDRI) yang
diketuai Mr. Sjafrudin Prawiranegara berkedudukan di Sumatera Tengah, Jawatan
Kepolisian dipimpin KBP Umar Said (tanggal 22 Desember 1948).[10]
Hasil Konferensi
Meja Bundar antara Indonesia dan Belanda dibentuk Republik Indonesia
Serikat (RIS), maka R.S. Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian
Negara RIS dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI
berkedudukan di Yogyakarta.
Dengan Keppres RIS No.
22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan Kepolisian RIS dalam kebijaksanaan
politik polisional berada di bawah perdana menteri dengan perantaraan jaksa
agung, sedangkan dalam hal administrasi pembinaan, dipertanggungjawabkan pada
menteri dalam negeri.
Umur RIS hanya beberapa
bulan. Sebelum dibentuk Negara Kesatuan RI pada tanggal 17 Agustus 1950, pada
tanggal 7 Juni 1950 dengan Tap Presiden RIS No. 150, organisasi-organisasi
kepolisian negara-negara bagian disatukan dalam Jawatan Kepolisian Indonesia.
Dalam peleburan tersebut disadari adanya kepolisian negara yang dipimpin secara
sentral, baik di bidang kebijaksanaan siasat kepolisian maupun administratif,
organisatoris.
Periode 1950-1959
Dengan dibentuknya
negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan diberlakukannya UUDS 1950 yang
menganut sistem parlementer, Kepala Kepolisian Negara tetap dijabat R.S.
Soekanto yang bertanggung jawab kepada perdana menteri/presiden.
Waktu kedudukan Polri
kembali ke Jakarta, karena belum ada kantor digunakan bekas kantor Hoofd van de
Dienst der Algemene Politie di Gedung Departemen Dalam Negeri. Kemudian
R.S. Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar Djawatan Kepolisian Negara RI
(DKN) yang menjadi Markas Besar Kepolisian sampai sekarang. Ketika itu menjadi
gedung perkantoran termegah setelah Istana Negara.
Sampai periode ini
kepolisian berstatus tersendiri antara sipil dan militer yang memiliki
organisasi dan peraturan gaji tersendiri. Anggota Polri terorganisir dalam
Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia (P3RI) tidak ikut dalam Korpri,
sedangkan bagi istri polisi semenjak zaman revolusi sudah membentuk organisasi
yang sampai sekarang dikenal dengan nama Bhayangkari tidak ikut dalam Dharma
Wanita ataupun Dharma Pertiwi. Organisasi P3RI dan Bhayangkari ini
memiliki ketua dan pengurus secara demokratis dan pernah ikut Pemilu 1955 yang
memenangkan kursi di Konstituante dan Parlemen. Waktu itu semua gaji pegawai
negeri berada di bawah gaji angkatan perang, namun P3RI memperjuangkan
perbaikan gaji dan berhasil melahirkan Peraturan Gaji Polisi (PGPOL) di mana
gaji Polri relatif lebih baik dibanding dengan gaji pegawai negeri lainnya
(mengacu standar PBB).
Masa Orde Lama
Dengan Dekret
Presiden 5 Juli 1959, setelah kegagalan Konstituante, Indonesia kembali ke UUD
1945, namun dalam pelaksanaannya kemudian banyak menyimpang dari UUD 1945.
Jabatan Perdana Menteri (Alm. Ir. Juanda) diganti dengan sebutan Menteri
Pertama, Polri masih tetap di bawah pada Menteri Pertama sampai keluarnya
Keppres No. 153/1959, tertanggal 10 Juli di mana Kepala Kepolisian Negara
diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio.
Pada tanggal 13 Juli
1959 dengan Keppres No. 154/1959 Kapolri juga menjabat sebagai Menteri Muda
Kepolisian dan Menteri Muda Veteran. Pada tanggal 26 Agustus 1959 dengan Surat
Edaran Menteri Pertama No. 1/MP/RI1959, ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian
Negara diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang memimpin Departemen
Kepolisian (sebagai ganti dari Djawatan Kepolisian Negara).
Waktu Presiden Soekarno
menyatakan akan membentuk ABRI yang terdiri dari Angkatan Perang dan Angkatan
Kepolisian, R.S. Soekanto menyampaikan keberatannya dengan alasan untuk menjaga
profesionalisme kepolisian. Pada tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto
mengundurkan diri setelah menjabat Kapolri/Menteri Muda Kepolisian, sehingga
berakhirlah karier Bapak Kepolisian RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga
15 Desember 1959.
Dengan Tap MPRS No. II
dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang
dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda
Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian Negara bersama
Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan nasional.
Tanggal 19 Juni 1961,
DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No. 13/1961. Dalam UU ini dinyatakan
bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan
TNI AD, AL, dan AU.
Dengan Keppres No.
94/1962, Menteri Kapolri, Menteri/KASAD, Menteri/KASAL, Menteri/KSAU,
Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran dikoordinasikan oleh Wakil Menteri
Pertama bidang pertahanan keamanan. Dengan Keppres No. 134/1962 menteri diganti
menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan Kepolisian (Menkasak).
Kemudian Sebutan
Menkasak diganti lagi menjadi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak)
dan langsung bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala pemerintahan
negara. Dengan Keppres No. 290/1964 kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Polri
ditentukan sebagai berikut:
Alat Negara Penegak
Hukum.
Koordinator Polsus.
Ikut serta dalam
pertahanan.
Pembinaan Kamtibmas.
Kekaryaan.
Sebagai alat revolusi.
Berdasarkan Keppres No.
155/1965 tanggal 6 Juli 1965, pendidikan AKABRI disamakan bagi Angkatan Perang
dan Polri selama satu tahun di Magelang. Sementara pada tahun 1964 dan 1965,
pengaruh PKI bertambah besar karena politik NASAKOM Presiden Soekarno, dan PKI
mulai menyusupi memengaruhi sebagian anggota ABRI dari keempat angkatan.
Masa Orde Baru
Karena pengalaman yang
pahit dari peristiwa G30S/PKI yang mencerminkan tidak adanya integrasi antar
unsur-unsur ABRI, maka untuk meningkatkan integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK
Presiden No. 132/1967 tanggal 24 Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi
dan Prosedur Bidang Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan
bagian dari organisasi Departemen Hankam meliputi AD, AL, AU , dan AK yang
masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menhankam/Pangab. Jenderal Soeharto
sebagai Menhankam/Pangab yang pertama.
Setelah Soeharto
dipilih sebagai presiden pada tahun 1968, jabatan Menhankam/Pangab berpindah
kepada Jenderal M. Panggabean. Kemudian ternyata betapa ketatnya integrasi ini
yang dampaknya sangat menyulitkan perkembangan Polri yang secara universal
memang bukan angkatan perang.
Pada tahun 1969 dengan
Keppres No. 52/1969 sebutan Panglima Angkatan Kepolisian diganti kembali sesuai
UU No. 13/1961 menjadi Kepala Kepolisian Negara RI, namun singkatannya tidak
lagi KKN tetapi Kapolri. Pergantian sebutan ini diresmikan pada tanggal 1 Juli
1969.
Pada HUT ABRI tanggal 5
Oktober 1969 sebutan Panglima AD, AL, dan AU diganti menjadi Kepala Staf
Angkatan.
Masa Reformasi hingga
sekarang
Sejak bergulirnya
reformasi pemerintahan 1998, terjadi banyak perubahan yang cukup besar,
ditandai dengan jatuhnya pemerintahan orde baru yang kemudian digantikan oleh
pemerintahan reformasi di bawah pimpinan presiden B.J Habibie di tengah
maraknya berbagai tuntutan masyarakat dalam penuntasan reformasi, muncul pada
tuntutan agar Polri dipisahkan dari ABRI dengan harapan Polri menjadi lembaga
yang profesional dan mandiri, jauh dari intervensi pihak lain dalam penegakan
hukum.
Sejak 5 Oktober 1998,
muncul perdebatan di sekitar presiden yang menginginkan pemisahan Polri dan
ABRI dalam tubuh Polri sendiri sudah banyak bermunculan aspirasi-aspirasi yang
serupa. Isyarat tersebut kemudian direalisasikan oleh Presiden B.J Habibie melalui
instruksi Presiden No.2 tahun 1999 yang menyatakan bahwa Polri dipisahkan dari
ABRI.
Upacara pemisahan Polri
dari ABRI dilakukan pada tanggal 1 april 1999 di lapangan upacara Mabes ABRI di
Cilangkap, Jakarta Timur. Upacara pemisahan tersebut ditandai dengan penyerahan
Panji Tribata Polri dari Kepala Staf Umum ABRI Letjen TNI Sugiono kepada Sekjen Dephankam Letjen
TNI Fachrul Razi kemudian diberikan kepada Kapolri Jenderal Pol
(Purn.) Roesmanhadi.
Maka sejak tanggal 1
April, Polri ditempatkan di bawah Dephankam. Setahun kemudian, keluarlah TAP
MPR No. VI/2000 serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan
peran POLRI, kemandirian Polri berada di bawah Presiden secara langsung dan
segera melakukan reformasi birokrasi menuju Polisi yang mandiri, bermanfaat dan
professional.[11] Pemisahan ini pun dikuatkan melalui amendemen Undang-Undang
Dasar 1945 ke-2 yang dimana Polri bertanggungjawab dalam keamanan dan
ketertiban sedangkan TNI bertanggungjawab dalam bidang pertahanan. Pada tanggal
8 Januari 2002, diundangkanlah UU no. 2 tahun 2002 mengenai Kepolisian Republik
Indonesia oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Isi dari Undang Undang
tersebut selain pemisahan tersebut, Kapolri bertanggungjawab langsung pada
Presiden dibanding sebelumnya di bawah Panglima ABRI, pengangkatan Kapolri yang
harus disetujui Dewan Perwakilan Rakyat, dibentuknya Komisi
Kepolisian Nasional untuk membantu Presiden membuat kebijakan dan memilih
Kapolri. Kemudian Polri dilarang terlibat dalam politik praktis serta
dihilangkan hak pilih dan dipilih, harus tunduk dalam peradilan umum dari
sebelumnya melalui peradilan militer. Internal kepolisian sendiri pun memulai
reformasi internal dengan dilakukan demiliterisasi Kepolisian dengan
menghilangkan corak militer dari Polri, perubahan paradigma angkatan perang
menjadi institusi sipil penegak hukum profesional, penerapan paradigma Hak
Asasi Manusia, penarikan Fraksi ABRI (termasuk Polri) dari DPR, perubahan
doktrin, pelatihan dan tanda kepangkatan Polri yang sebelumnya sama dengan TNI,
dan lainnya. Reorganisasi Polri pasca reformasi diatur dalam Perpres no. 52
tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Republik
Indonesia.
Selain Kepolisian, pada
masa Reformasi juga banyak dibentuk lembaga baru yang bertugas untuk penegakan
hukum dan pembuatan kebijakan keamanan seperti Komisi Pemberantasan
Korupsi (2002), Badan Narkotika Nasional (2009), Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (2010), Badan Keamanan Laut (2014).
Perwira aktif Polri dapat menjabat dalam lembaga ini, baik menjadi penyidik,
pejabat struktural sampai pimpinan. Lembaga-lembaga ini nantinya berkoordinasi
dengan Polri sesuai tugas dan tanggungjawabnya.
Selain dari paradigma
dan organisasi, sampai saat ini polisi pun berbenah perlahan-lahan
mendisiplinkan dan meningkatkan integritas anggotanya. Mengingat pada masa
reformasi tidak sedikit anggota Kepolisian yang terungkap ke publik melanggar
kode etik profesi bahkan terjerat hukum seperti korupsi, suap, rekening gendut,
narkoba, dll. Selain kasus hukum, saling serang antara anggota Polri dan TNI
dilapangan dan ketegangan antar lembaga penegak hukum masih mewarnai perjalanan
reformasi Kepolisan.
Macam Macam dan Penjelasan Gaya Kepemimpinan
Pengertian Gaya Kepemimpinan
Setiap pemimpin pada dasarnya
memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin para pengikutnya, perilaku para
pemimpin itu disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan
suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk
pola tingkah laku atau kepribadian. Seorangpemimpin merupakan seseorang yang
memiliki suatu program dan yang berperilaku secara bersama-sama dengan
anggota-anggota kelompok dengan mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga
kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik yang mendorong,
memotivasi dan mengkordinasikan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Menurut
Kartini Kartono (2008:34) Menyatakan sebagai berikut :
“Gaya
kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan kepribadian yang
membedakan seorang pemimpin dalam berinteraksi dengan orang lain”
Menurut Miftah
Thoha (2010:49) mengemukakan bahwa :
“Gaya
kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat
orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang lain atau bawahan”
Menurut
Yayat M Herujito (2006:188) mengartikan gaya kepemimpinan adalah sebagai
berikut :
“Gaya
kepemimpinan bukan bakat, oleh karena itu gaya kepemimpinan dipelajari dan
dipraktekan dalam penerapannya harus sesuai dengan situasi yang dihadapi”
Sedangkan
menurut Wijaya Supardo (2006:4), mengungkapkan bahwa :
“Gaya
kepemimpinan adalah suatu cara dan porses kompleks dimana seseorang
mempengaruhi orang-orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas atau suatu
sasaran dan mengarahkan organisasi dengan cara yang lebih masuk akal”
Berdasarkan
pengertian - pengertian gaya kepemimpinan diatas dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan adalah kemampuan seseorang pemimpin dalam mengarahkan,
mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang bawahan untuk bisa melakukan
sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai suatu tujuan
tertentu.
Indikator
Gaya Kepemimpinan
Menurut
Kartini Kartono (2008:34) menyatakan sebagai berikut :
1. Sifat
2. Kebiasaan
3. Tempramen
4. Watak
5. Kepribadian
Hal
diatas dapat diuraikan sebagai berikut :
Ad.1. Sifat
Sifat
seorang pemimpin sangat berpengaruh dalam gaya kepemimpinan untuk menentukan
keberhasilanannya menjadi seorang pemimpin yang berhasil, serta ditentukan oleh
kemampuan pribadi pemimpin. Kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas
seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
Ad.2. Kebiasaan
Kebiasaan
memegang peranan utama dalam gaya kepemimpinan sebagai penentu pergerakan
perilaku seorang pemimpin yang menggambarkan segala tindakan yang
dilakukan sebagai pemimpin baik.
Ad.3. Tempramen
Temperamen
adalah gaya perilaku seorang pemimpin dan cara khasnya dalam memberi tanggapan
dalam berinteraksi dengan orang lain. Beberapa pemimpin bertemperamen aktif,
sedangkan yang lainnya tenang. Deskripsi ini menunjukkan adanya variasi
temperamen.
Ad.4. Watak
Watak
seorang pemimpin yang lebih subjektif dapat menjadi penentu bagi keunggulan
seorang pemimpin dalam mempengaruhi keyakinan (determination), ketekunan
(persistence), daya tahan (endurance), keberanian (courage).
Ad.5. Kepribadian
Kepribadian
seorang pemimpin menentukan keberhasilannya yang ditentukan oleh sifat-sifat/
krakteristik keperibadian yang dimilikinya.
Macam
– Macam Gaya Kepemimpinan
Macam
- macam gaya kepemimpinan menurut Horse yang di kutip oleh H.Suwanto (2011:157)
antara lain :
1. Gaya
Kepemimpinan Direktif
2. Gaya
Kepemimpinan Yang Mendukung
3. Gaya
Kepemimpinan Partisipatif
4. Gaya
Kepemimpinan Berorientasi Prestasi
Hal
ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Ad.1. Gaya
kepemimpinan Direktif
Gaya
kepemimpinan ini membuat bawahan agar tau apa yang diharapkan pimpinan dari
mereka, menjadwalkan kerja untuk dilakukan, dan member bimbingan khusus
mengenai bagaimana menyelesaikan tugas.
Ad.2. Gaya
kepemimpinan Yang Mendukung
Gaya
kepemimpinan ini bersifat ramah dan menunjukan kepedulian akan kebutuhan bawahan.
Ad.3. Gaya
kepemimpinan Partisipatif
Gaya
kepemimpinan ini berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran mereka
sebelum mengambil suatu keputusan.
Ad.4. Gaya
kepemimpinan Berorientasi Prestasi
Gaya
kepemimpinan ini menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan
untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka.
Jenis
Gaya Kepemimpinan
Dengan
karakter yang dimiliki, maka setiap pemimpin cenderung memiliki gaya atau cara
yang tersendiri dalam memimpin perusahaannya.
Menurut
Tohardi dikutip oleh Edy Sutrisno (2010:242) menyatakan bahwa Gaya-gaya
kepemimpinan yaitu :
1. Gaya
persuasive
2. Gaya
Refresif
3. Gaya
partispatif
4. Gaya
Inovatif
5. Gaya
investigative
6. Gaya
Inspektif
7. Gaya
Motivasif
8. Gaya
Naratif
9. Gaya
Edukatif
10. Gaya
Retrogresif
Hal
diatas dapat diuraikan sebagai berikut :
Ad.1. Gaya
Persuasif
Yaitu
gaya memimpin dengan menggunakan pendekatan yang mengubah perasaan, pikiran
atau dengan kata lain melakukan ajakan atau bujukan.
Ad.2. Gaya
Refresif
Yaitu
gaya kepemimpinan dengan cara memberikan tekanan-tekanan, ancaman-ancaman,
sehingga bawahan merasa keatakutan.
Ad.3. Gaya
Partisipatif
Yaitu
gaya kepemimpinan dengan cara memberikan kesempatan kepada bawahan untuk itu
secara aktif baik menata, spiritual, fisik maupun material dalam kiprahnya
dalam perusahaan.
Ad.4. Gaya
inovatif
Yaitu
pemimpin yang selalu berusaha dengan keras untuk mewujudkan usaha-usaha
pembaruan didalam segala bidang, baik bidang politik, ekonomi, sosial, budaya
atau setiap produk terkait dengan kebutuhan manusia.
Ad.5. Gaya
Investigasi
Yaitu
gaya pemimpin yang selalu melakukan penelitian yang disertai dengan rasa penuh
kecurigan tehadap bawahannya menimbulkan yang menyebabkan kreatifitas, inovasi,
serta insisiatif dari bawahan kurang berkembang karena bawahan takut
kesalahan-kesalahan.
Ad.6. Gaya
Inspektif
Yaitu
pemimpin yang suka melakukan acara-acara yang sifatnya protokoler, kepemimpinan
dengan gaya inspektif menuntut penghormatan bawahan, atau pemimpin yang senang
apabila dihormati.
Ad.7. Gaya
Motivatif
Yaitu
pemimpin yang dapat menyampaikan informasi mengenai ide-idenya, program-program
dan kebijakan-kebijakan kepada bawahan dengan baik. Komunikasi tersebut membuat
segala ide bawahan-bawahan dan kebijakan dipahami oleh bawahan sehingga bawahan
mau.
Ad.8. Gaya
Naratif
Pemimpin
yang bergaya naratif merupakan pemimpin yang banyak bicara namun tidak
disesuiakan dengan apa yang ia kerjakan, atau dengan kata lain pemimpin yang
banyak bicara sedikit bekerja.
Ad.9. Gaya
Edukatif
Yaitu
pemimpin yang suka melakukan pengembangan bawahan dengan cara memberikan
pendidikan dan keterlampiran kepada bawahan, sehingga bawahan menjadi memiliki
wawasan dan pengalamanyang lebih baik dari hari ke hari, sehingga seorang
pemimpin yang bergaya edukatif tidak akan pernah menghalangi bawahan ingin
megembangkan pendidikan dan keterlampiran.
Ad.10. Gaya
Restrogresif
Yaitu
pemimpin yang tidak suka melihat maju, apalagi melebihi dirinya, untuk itu
pemimpin yang bergaya restrogresif selalu menghalangi bawahan untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterlamiplan. Sehingga dengan kata lain pemimpin
yang bergaya restrogresif sangat senang melihat bawahan selalu terbelakang
bodoh dan sebagainya.
Dasar
Gaya Kepemimpinan
Menurut
Istijanto (2006:236) bahwa gaya kepemimpinan di bagi dua yaitu :
1. Kepemimpinan
atas dasar struktur
2. Kepemimpnan
bedasarkan pertimbangan
Hal
diatas dapat diuraikan sebagai berikut :
Ad.1. Kepemimpnan
atas dasar struktur
Kepemimpinana
yang menekankan struktur tugas dan tanggung jawab yang harus dijalankan dimana
meliputi tugas pokok, fungsi, tanggung jawab, prestasi kerja dan ide (gagasan).
Ad.2. Kepemimpian
bedasarkan pertimbangan
Kepemimpinan
yang menekankan gaya kepemimpinan yang memberikan perhatian atas dukungan
terhadap bawahan dimana meliputi peraturan, hubungan kerja dan etika.
Tipe - Tipe Kempemimpinan
Ada enam tipe
kepemimpinan yang diakui keberadaannya secara luas.
1) Tipe pemimpin Otokratis
Yaitu seorang pemimpin yang otokratis
adalah seorang pemimpin yang:
• Menganggap organisasi sebagai milik
pribadi
• Mengidentikan tujuan pribadi dengan
tujuan organisasi
• Menganggap bawahan sebagai alat
semata- mata
• Tidak mau menerima kritik, saran, dan
pendapat
• Terlalu bergantung kepada kekuasaan
formalnya
• Dalam tindakan penggerakannya sering
mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat
menghukum)
2) Tipe Militeristis
Yaitu seorang pemimpin yang bertipe
militeristis adalah seorang pemimpin yang memiliki sifat- sifat:
• Sering mempergunakan sistem perintah
dalam menggerakkan bawahannya
• Senang bergantung pada pangkat dan
jabatan dalam menggerakkan bawahannya
• Senang kepada formalitas yang
berlebih- lebihan
• Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku
dari bawahan
• Sukar menerima kritikkan dari bawahan
• Menggemari upacara- upacara untuk
berbagai acara dan keadaan
3) Tipe Paternalistis
Yaitu seorang pemimpin yang:
• Menganggap bawahannya sebagai manusia
yang tidak dewasa
• Bersikap terlalu melindungi
• Jarang memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif
• Jarang memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.
• Sering bersikap maha tahu
4) Tipe Kharismatis
Hingga kini para pakar belum berhasil
menemukan sebab- sebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma, yang
diketahui adalah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat
besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat
besar. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seorang menjadi
pemimpin yang kharismatis, maka sering dikatakan bahwa pemimpin yang demikian
diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers).
5) Tipe Laissez Faire
Yaitu seorang yang bersifat:
• Dalam memimpin organisasi biasanya
mempunyai sikap yang permisif, dalam arti bahwa para anggota organisasi boleh
saja bertindak sesuai dengan keyakinan dan hati nurani, asal kepentingan
bersama tetap terjaga dan tujuan organisai tetap tercapai.
• Organisasi akan berjalan lancar dengan
sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang- orang yang sudah
dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran yang
dicapai, dan tugas yang harus dilaksanakan oleh masing- masing anggota.
• Seorang pemimpin yang tidak terlalu
sering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasional.
• Seorang pemimpin yang memiliki peranan
pasif dan membiarkan organisasi berjalan dengan sendirinya
6) Tipe Demokratis
Yaitu tipe yang bersifat:
• Dalam proses penggerakkan bawahan
selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia adalah makhluk termulia di dunia
• Selalu berusaha mensinkronisasikan
kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari
para bawahannya
• Senang menerima saran, pendapat bahkan
kritik dari bawahannya
• Selalu berusaha untuk menjadikan
bawahannya lebih sukses dari padanya.
• Selalu berusaha mengutamakan kerjasama
dan kerja tim dalam usaha mencapai tujuan
• Berusaha mengembangkan kapasitas diri
pribadinya sebagai pemimpin
• Para bawahannya dilibatkan secara
aktif dalam menentukan nasib sendiri melalui peran sertanya dalam proses
pengambilan keputusan.
Sejarah Perkembangan Organisasi
Sejarah
Perkembangan Organisasi
Sejarah
Pengembangan Organisasi sangat erat hubungannya dengan teori organisasi. Teori
Organisasi meliputi teori organisasi klasik, teori organisasi neoklasik, dan
teori organisasi modern.
· Teori
Organisasi Klasik
Teori klasik (classical theory) kadang-kadang disebut juga teori tradisional yang berisi konsep-konsep tentang organisasi mulai tahun 1800( abad 18). Dalam teori ini, organisasi secar umum digambarkan oleh para teoritisi klasik sebagai organisasi yang sangat tersentralisasi dan tugas-tugasnya terspesialisasi,serta memberikan petunjuk mekanistik structural yang kaku dan tidak mengandung kreatifitas.Dalam teori ini organisasi didefinisikan sebagai struktur hubungan, kekuasaan-kekuasaan, tujuan-tujuan, peranan-peranan, kegiatan-kegiatan, komunikasi dan
faktor
-faktor lain bila orang-orang bekerja sama.
Teori
Klasik berkembang dalam 3 aliran yaitu:
o Teori
birokrasi
o Teori
administrasi,dan
o Manajemen
ilmiah.
I. Teori
Birokrasi
Teori ini dikemukakan oleh Max Weber dalam bukunya “The Protestant Ethic dan Spirit of Capitalism”.
Karakteristik-karakteristik birokrasi menurut Max Weber:
Teori ini dikemukakan oleh Max Weber dalam bukunya “The Protestant Ethic dan Spirit of Capitalism”.
Karakteristik-karakteristik birokrasi menurut Max Weber:
a) Pembagian
Kerja yang jelas.
b) Hirarki
wewenang yang dirumuskan secara baik
c) Program
rasional dalam mencapai tujuan organisasi
d) Sistem
prosedur bagi penanganan situasi kerja
e) Sistem
aturan yang mencakup Hak dan Kewajiban posisi para pemegang jabatan
f) Hubungan
antar pribadi yang bersifat impersonal.
II. Teori
Administrasi
Teori ini sebagian besar dikembangkan atas dasar sumbangan Henri Fayol dan Lyndall Urwick dari Eropa serta Mooney dan Reiley dari Amerika. Henri Fayol mengemukakan dan mambahas 14 kaidah manajemen yang menjadi dasar perkembangan teori ini yaitu:
Teori ini sebagian besar dikembangkan atas dasar sumbangan Henri Fayol dan Lyndall Urwick dari Eropa serta Mooney dan Reiley dari Amerika. Henri Fayol mengemukakan dan mambahas 14 kaidah manajemen yang menjadi dasar perkembangan teori ini yaitu:
-
Pembagian Kerja / Division of Work
- Wewenang dan Tnggung jawab
- Disiplin
- Kesatuan perintah
- Kesatuan pengarahan
- Mendahulukan kepentingan umum dari pada pribadi
- Balas jasa
- Sentralisasi
- Rantai scalar
- Aturan
- Keadilan
- Kelanggengan personalia
- Inisiatif
- Semangat korps
- Wewenang dan Tnggung jawab
- Disiplin
- Kesatuan perintah
- Kesatuan pengarahan
- Mendahulukan kepentingan umum dari pada pribadi
- Balas jasa
- Sentralisasi
- Rantai scalar
- Aturan
- Keadilan
- Kelanggengan personalia
- Inisiatif
- Semangat korps
III. Manajemen
Ilmiah
Manajemen
Ilmiah dikembangkan oleh Frederick Winslow Taylor tahun 1900. Ada beberapa
pendapat tentang manajemen ilmiah, salah satunya adalah mengatakan manajemen
ilmiah merupakan penerapan metode ilmiah pada studi, analisa, dan pemecahan
masalah-masalah organisasi. Taylor mengemukakan empat kaidah dasar manajemen
yang harus dilaksanakan dalam organisasi perusahaan, yaitu:
1. Menggantikan
metoda-metoda kerja dalam praktek dengan berbagai metoda yang dikembangkan atas
dasar ilmu pengetahuan tentang kerja yang ilmiah dan benar.
2. Mengadakan
seleksi, latihan-latihan dan pengembangan para karyawan secara ilmiah.
3. Pengembangan
ilmu kerja serta seleksi, latihan dan pengembangan secara ilmiah harus
diintegrasikan.
4. Untuk
mecapai manfaat manajemen ilmiah, perlu dikembangkan semangat dan mental para
karyawan.
Teori
organisasi klasik sepenuhnya hanya menguraikan anatomi organisasi formal. Dalam
organisasi formal ada empat unsure pokok yang selalu muncul, yaitu:
- System
Kegiatan yang terkoordinasi\
- Kelompok
orang\
- Kerjasama\
- Kekuasaan
dan kepemimpinan\
Menurut
para pengikut aliran teori klasik, adanya suatu organisasi formal sangat
tergantung pada empat kondisi pokok, yaitu:
- Kekuasaan
- Saling
melayani
- Doktrin
- Disiplin
· Teori
Organisasi Neoklasik
Teori Neoklasik secara sederhana dikenal sebagai aliran hubungan manusiawi(The Human Relation Movement). Teori neoklasik dikembangkan atas dasar teori klasik. Dasar teori ini adalah menekankan pentingnya aspek psikologis dan social karyawan sebagai individu maupun sebagai bagian kelompok kerjanya. Perkembangan teori neoklasik dimulai dengan inspirasi percobaan-percobaan yang dilakukan di Howthorne dan dari tulisan Huga Munsterberg. Percobaan-percobaan ini dilakukan dari tahun 1924 sampai 1932 yang menandai permulaan perkembangan teori hubungan manusiawi dan merupakan kristalisasi teori neoklasik. Pada akhirnya percobaan Howthorne menunjukkan bagaimana kegiatan kelompok-kelompok kerja kohesif sangat berpengaruh pada operasi organisasi.
Dalam hal pembagian kerja, teori neoklasik mengemukakan perlunya hal-hal sebagai berikut:
Teori Neoklasik secara sederhana dikenal sebagai aliran hubungan manusiawi(The Human Relation Movement). Teori neoklasik dikembangkan atas dasar teori klasik. Dasar teori ini adalah menekankan pentingnya aspek psikologis dan social karyawan sebagai individu maupun sebagai bagian kelompok kerjanya. Perkembangan teori neoklasik dimulai dengan inspirasi percobaan-percobaan yang dilakukan di Howthorne dan dari tulisan Huga Munsterberg. Percobaan-percobaan ini dilakukan dari tahun 1924 sampai 1932 yang menandai permulaan perkembangan teori hubungan manusiawi dan merupakan kristalisasi teori neoklasik. Pada akhirnya percobaan Howthorne menunjukkan bagaimana kegiatan kelompok-kelompok kerja kohesif sangat berpengaruh pada operasi organisasi.
Dalam hal pembagian kerja, teori neoklasik mengemukakan perlunya hal-hal sebagai berikut:
- Partisipai
- Perluasan kerja
- Manajemen bottom-up
· Teori
Organisasi Modern
Teori modern biasanya disebut juga sebagai analisa sistem pada organisasi. Teori modern melihat bahwa semua unsur organisasi sebagai satu kesatuan dan saling ketergantungan, yang di dalamnya mengemukakan bahwa organisasi bukanlah suatu sistem tertutup yang berkaitan dengan lingkungan yang stabil, akan tetapi organisasi merupakan sistem terbuka.
Teori modern dikembangkan tahun 1950, dalam banyak hal yang mendalam teori modern dengan klasik berbeda, perbedaan tersebut diantaranya:
Teori Klasik memusatkan pandangannya pada analisa dan deskripsi organisasi, membicarakan konsep koordinasi, scalar dan vertikal. Teori Modern menekankan pada perpaduan dan perancangan menjadikan pemenuhan suatu kebutuhan yang menyeluruh, lebih dinamis dan lebih banyak variabel yang dipertimbangkan.Teori Modern menunjukkan tiga kegiatan proses hubungan universal yang selalu muncul pada sistem manusia dalam perilakunya berorganisasi, yaitu:
- Komunikasi
- Konsep keseimbangan
- Proses pengambilan keputusan
Tujuan Perkembangan Organisasi ;
1. Menciptakan
keharmonisan hubungan kejra antara pimpinan dengan staf anggota organisasi.
2. Menciptakan
kemampuan memecahkan persoalan organisasi secara lebih terbuka
3. Menciptakan
keterbukaan dalam berkomunikasi.
4. Merupakan
semangat kerja para anggota organisasi dan kemampuan
mengendalikan diri.
mengendalikan diri.
Langganan:
Postingan (Atom)